Waspada! Narcoterrorism Jadi Tren Ancaman Paling Berbahaya di Indonesia

Jakarta Narcoterrorism merupakan satu istilah dari penggabungan narkotika dan terorisme. Dua kegiatan yang mengancam hajat hidup orang banyak ini ternyata memiliki keterkaitan diantara keduanya, sebut saja hubungan keduanya bersifat simbiosis mutualisme.

Hal ini terlihat dari beberapa fakta yang terungkap dimana sifat kedua ancaman ini. Bagaimana dengan Indonesia?

"Tren ke depan justru ancaman yang paling berbahaya narcoterrorism," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irjen (Purn) Ansyaad Mbai, saat ditemui detikcom, di Jakarta, Rabu (18/4/2012).

Ancaman tersebut mulai terlihat dari aksi-aksi pelaku teror yang mulai melakukan aksi-aksi kriminal demi mendukung kegiatan teror yang telah direncanakan, seperti menghalalkan perampokan untuk menyokong terorisme.

Data hasil pengungkapan keterkaitan dua kegiatan yang mengancam tersebut bisa dilihat dari penangkapan Fadli Sadama yang disebut-sebut otak dari serangkaian perampokan bank di Aceh dan Medan. Aksi terakhir yang membut gempar adalah perampokan di Bank CIMB Medan yang menewaskan seorang satpam bank serta seorang anggota Brimob, 18 Agustus 2010 lalu.

Menurut Ansyaad, selain melakukan perampokan Fadli meraup uang dari hasil bisnis narkotika. Ansyaad tidak menyebut narkotika apa yang diedarkan Fadli. Menariknya, dari hasil penjualan narkotika tersebut, kelompok Fadli membelikan senjata di wilayah Thailand Selatan.

"Dan akhirnya dia tertangkap di Malaysia," ujar purnawirawan polisi yang menghabiskan masa tugasnya di satuan Reserse dan Kriminal Polri ini.

Contoh mengejutkan lainnya adalah ketika Badan Nasional Narkotika (BNN) bekerjasama dengan Drug Enforcement Administration (DEA), berhasil menangkap seorang warga Afganistan yang menjadi tokoh sentral dalam peredaran heroin dunia, 2008 lalu, di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.

"96 Persen heroin dunia itu dari Afgan, dan salah satu tokoh pentingnya yang tertangkap tahun 2008," papar Ansyaad.

Petugas yang menyelidiki kasus tersebut dibuat terkejut. Pasalnya, ketika mereka menyelidiki jalur komunikasi handphone tersangka ditemukan banyak nomor yang tertuju pada jaringan-jaringan terorisme di Indonesia.

"Dari hasil penangkapan itu kita mendapatkan nomor-nomor telepon yang menunjukan bahwa ternyata agen-agen narkotik ini ada link dengan tokoh-tokoh teroris kita," terangnya.

Fakta lain yang diungkapkan adalah pergesaran pengungkapan peredaran narkotika. Bila beberapa tahun belakangan didominasi oleh orang-orang berkewarganegaraan Afrika, kini hasil pengungkapan menunjukkan warga negara Afganistan dan Iran yang mulai mendominasi pasar gelap narkotPeredaika.

Apalagi Afghanistan dan Iran adalah bagian dari jalur peredaran narkotika atau biasa disebut dengan bulan sabit. Seperti diketahui, peredaran dari jalur bulan sabit (Pakistan, Afganistan, Iran) mendominasi suplai narkoba. Setelah perlahan distribusi poppy (opium) di Segitiga Emas (Thailand, Myanmar, dan Laos).

Teroris
Sementara itu, terkait dengan perkembangan teroris pasca tertangkapnya pentolan-pentolan sel-sel jaringan teror, Ansyaad mengatakan, skala kekuatan teroris akan tetap ada selama para tokoh-tokoh ideolog masih tetap ada.

"Saya kira masih tetap ada, walaupun ditangkap pentolannya selama masih ada tokoh-tokoh ideolognya, perekrutan anggota baru tidak terlalu sulit. Perekrutan anggota baru tetap jalan," jelas Ansyaad.

Namun dari sisi aksi, dia menambahkan, kapabilitas kelompok teror saat ini berbeda dengan aksi teror sebelumnya.

"Kalau dulu kita lihat kualitas bom yang dibikin, kalau kita bandingkan sekarang itu hanya mampu untuk membunuh dirinya sendiri," papar Ansyaad.

0 komentar:

Post a Comment