Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjaranyar memiliki nilai historis yang
amat panjang karena keberadaan pesantren ini tak lepas dari nama yang
disandangnya yakni, Sunan Drajat. Sunan Drajat adalah julukan dari Raden
Qosim putra kedua Raden Ali Rahmatullah Sunan Ampel) dengan Nyi Ageng
Manila (Putri Adipati Tuban Arya Teja). Beliau juga memiliki nama
Syarifuddin atau Ma’unat. Perjuangan Sunan Drajat di Banjaranyar dimulai
tatkala beliau diutus ayahandanya untuk membantu perjuangan Mbah Banjar
dan Mbah Mayang Madu guna mengembangkan syiar Islam di daerah pesisir
pantai utara(Kabupaten Lamongan) saat ini.
Syahdan, pada tahun
1440-an ada seorang pelaut muslim asal Banjar yang mengalami musibah di
pesisir pantai utara, kapal yang ditumpanginya pecah terbentur karang
dan karam di laut. Adapun Sang Pelaut Banjar terdampar di tepian pantai
Jelaq dan ditolong oleh Mbah Mayang Madu penguasa kampung Jelaq pada
saat itu. Melihat kondisi masyarkat Jelaq yang telah terseret sedemikian
jauh dalam kesesatan, Sang Pelaut muslim itu pun terketuk hatinya untuk
menegakkan sendi-sendi agama Allah. Beliau pun mulai berdakwah dan
mensyiarkan ajaran Islam kepada penduduk Jelaq dan sekitarnya.
Lambat-laun perjuangan Sang Pelaut yang kemudian hari lebih dikenaldengan Mbah Banjar, mulai membuahkan hasil. Apa lagi bersamaan dengan itu Mbah Mayang Madu pun turut menyatakan diri masuk Islam dan menjadi penyokong utama perjuangan Mbah Banjar.
Pada suatu hari, Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu berkeinginan untuk mendirikan tempat pengajaran dan pendidikan agama agar syiar Islam semakin berkembang, namun mereka menemui kendala dikarenakan masih kurangnya tenaga edukatif yang mumpuni di bidang ilmu diniyah. Akhirnya mereka pun sepakat untuk sowan menghadap Kanjeng Sunan Ampel diAmpeldenta Surabaya.Gayung pun bersambut Kanjeng Sunan Ampel memberikan restu dengan mengutus putranya Raden Qosim untuk turut serta membantu perjuangan
kedua tokoh tersebut. Akhirnya Raden Qosim mendirikan Pondok Pesantren disuatu petak tanah yang terletak di areal Pondok Pesantren putri Sunan Drajat saat ini. Beliau pun mengatakan bahwa barang siapa yang mau belajar mendalami ilmu agama di tempat tersebut, semoga Allah menjadikannya manusia yang memiliki derajat luhur. Karena do’a Raden Qosim inilah para pencari ilmu pun berbondong-bondong belajar di tempat beliau dan Raden Qosim pun mendapat gelar Sunan Drajat. Sementara itu untuk mengenang
perjuangan Mbah Banjar, maka dusun yang sebelumnya bernama kampungJelaq, dirubah namanya menjadi Banjaranyar untuk mengabadikan nama Mbah Banjar dan anyar sebagai suasana baru di bawah sinar petunjuk Islam.
Setelah beberapa lama beliau berdakwah di Banjaranyar, maka Raden Qosim mengembangkan daerah dakwahnya dengan mendirikan masjid dan Pondok Pesantren yang baru di kampung Sentono. Beliau berjuang hingga akhir hayatnya dan dimakamkan di belakang masjid tersebut. Kampung dimana beliau mendirikan masjid dan Pondok Pesantren itu akhirnya dinamakan pula sebagai Desa Drajat. Sepeninggal Kanjeng Sunan Drajat, tongkat estafet perjuangan dilanjutkan oleh anak cucu beliau. Namun seiring dengan perjalanan waktu yang cukup panjang pamor Pondok Pesantren Sunan Drajat pun kian pudar dan akhirnya lenyap ditelan masa. Saat itu hanyalah tinggal sumur tua yang tertimbun tanah dan pondasi bekas langgar yang tersisa. Kemaksiatan dan perjudian merajalela di sekitar wilayah Banjaranyar dan sekitarnya, bahkan areal di mana Raden Qosim mendirikan Pondok Pesantren di Banjaranyar saat itu berubah menjadi tempat pemujaan. Namun Alhamdulillah keadaan itu pun berangsur-angsur pulih kembali saat di tempat yang sama didirikan Pondok Pesantren Sunan Drajat oleh K.H. Abdul Ghofur yang masih termasuk salah seorang keturunan Sunan Drajat pada tahun 1977 yang bertujuan untuk melanjutkan perjuangan wali songo dalam mengagungkan syiar agama Allah dimuka bumi. Dengan berbekal ilmu kanuragan yang dimiliki K.H. Abdul Ghofur mengumpulkan para pemuda sambil mengajarkan ilmu agama, ilmu kanuragan, serta ilmu pengobatan. Jumlah santri yang semula hanya beberapa orang, menjadi puluhan dan terus berkembang secara pesat dari tahun ke tahun.
Lambat-laun perjuangan Sang Pelaut yang kemudian hari lebih dikenaldengan Mbah Banjar, mulai membuahkan hasil. Apa lagi bersamaan dengan itu Mbah Mayang Madu pun turut menyatakan diri masuk Islam dan menjadi penyokong utama perjuangan Mbah Banjar.
Pada suatu hari, Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu berkeinginan untuk mendirikan tempat pengajaran dan pendidikan agama agar syiar Islam semakin berkembang, namun mereka menemui kendala dikarenakan masih kurangnya tenaga edukatif yang mumpuni di bidang ilmu diniyah. Akhirnya mereka pun sepakat untuk sowan menghadap Kanjeng Sunan Ampel diAmpeldenta Surabaya.Gayung pun bersambut Kanjeng Sunan Ampel memberikan restu dengan mengutus putranya Raden Qosim untuk turut serta membantu perjuangan
kedua tokoh tersebut. Akhirnya Raden Qosim mendirikan Pondok Pesantren disuatu petak tanah yang terletak di areal Pondok Pesantren putri Sunan Drajat saat ini. Beliau pun mengatakan bahwa barang siapa yang mau belajar mendalami ilmu agama di tempat tersebut, semoga Allah menjadikannya manusia yang memiliki derajat luhur. Karena do’a Raden Qosim inilah para pencari ilmu pun berbondong-bondong belajar di tempat beliau dan Raden Qosim pun mendapat gelar Sunan Drajat. Sementara itu untuk mengenang
perjuangan Mbah Banjar, maka dusun yang sebelumnya bernama kampungJelaq, dirubah namanya menjadi Banjaranyar untuk mengabadikan nama Mbah Banjar dan anyar sebagai suasana baru di bawah sinar petunjuk Islam.
Setelah beberapa lama beliau berdakwah di Banjaranyar, maka Raden Qosim mengembangkan daerah dakwahnya dengan mendirikan masjid dan Pondok Pesantren yang baru di kampung Sentono. Beliau berjuang hingga akhir hayatnya dan dimakamkan di belakang masjid tersebut. Kampung dimana beliau mendirikan masjid dan Pondok Pesantren itu akhirnya dinamakan pula sebagai Desa Drajat. Sepeninggal Kanjeng Sunan Drajat, tongkat estafet perjuangan dilanjutkan oleh anak cucu beliau. Namun seiring dengan perjalanan waktu yang cukup panjang pamor Pondok Pesantren Sunan Drajat pun kian pudar dan akhirnya lenyap ditelan masa. Saat itu hanyalah tinggal sumur tua yang tertimbun tanah dan pondasi bekas langgar yang tersisa. Kemaksiatan dan perjudian merajalela di sekitar wilayah Banjaranyar dan sekitarnya, bahkan areal di mana Raden Qosim mendirikan Pondok Pesantren di Banjaranyar saat itu berubah menjadi tempat pemujaan. Namun Alhamdulillah keadaan itu pun berangsur-angsur pulih kembali saat di tempat yang sama didirikan Pondok Pesantren Sunan Drajat oleh K.H. Abdul Ghofur yang masih termasuk salah seorang keturunan Sunan Drajat pada tahun 1977 yang bertujuan untuk melanjutkan perjuangan wali songo dalam mengagungkan syiar agama Allah dimuka bumi. Dengan berbekal ilmu kanuragan yang dimiliki K.H. Abdul Ghofur mengumpulkan para pemuda sambil mengajarkan ilmu agama, ilmu kanuragan, serta ilmu pengobatan. Jumlah santri yang semula hanya beberapa orang, menjadi puluhan dan terus berkembang secara pesat dari tahun ke tahun.
0 komentar:
Post a Comment