KEPUTUSAN Presiden RI Nomor 108 Tertanggal 2 Mei 1964 menetapkan 21 April 1879 sebagai hari lahir Kartini. Kemudian, sampai sekarang, tanggal tersebut kita peringati sebagai hari Kartini.
Raden Ajeng Kartini adalah salah satu dari sekian banyak pejuang gerakan reformasi pemikiran, pejuang gerakan emansipasi, dan sekaligus pelopor kebangkitan kaum perempuan. Ketika itu, mindset yang berkembang di masyarakat adalah perempuan hanya sebagai kaum terbelakang yang tidak punya kekuatan untuk maju.
Di dalam bukunya, Habis Gelap Terbitlah Terang, Kartini menjelaskan cita-cita dan gugatannya terhadap diskriminasi kaum perempuan. Membaca buku ini membantu kita memahami betapa diskriminasi yang dilakukan terhadap kaum perempuan masa lalu adalah sebuah refleksi bagi kaum perempuan masa kini. Kartini pun menjadi motivasi bagi perempuan Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, sedikit demi sedikit cita-cita Kartini pun terwujud. Setelah era Kartini, kaum perempuan semakin menunjukan kemajuan. Emansipasi memungkinkan perempuan tidak memiliki batasan untuk bergerak, di mana pun, kapan pun, dan di bidang apa pun. Sekarang kaum perempuan seolah-olah berada pada posisi yang sangat dibutuhkan, mulai dari pelayan toko maupun restoran, sampai pada ranah birokrasi tingkat nasional bahkan internasional.
Namun seiring berjalanya waktu pula, sebuah jati diri menjadi taruhan. Era globalisasi menempatkan semua prinsip menjadi taruhan atas kemajuan zaman yang begitu pesat. Budaya perjuangan seolah-olah sirna termakan gemerlap zaman yang sangat sulit untuk disaring. Kondisi ini jelas sangat jauh berbeda pada zaman Kartini muda dahulu. Tantangan zaman sekarang jauh lebih global, tidak hanya datang dari luar, melainkan justru muncul dari diri sendiri. Dan tantangan inilah yang sangat sulit ditaklukan.
Ironis. Sebuah kondisi nilai sosial masyarakat dan budaya Indonesia, dewasa ini telah menjadi angin lalu yang kian terabaikan. Sementara, budaya luar telah menjamur masuk dalam kehidupan generasi masa kini, khususnya masyarakat Indonesia. Generasi muda Tanah Air kian terlena dengan aneka sajian informasi yang serba mudah nan instan ini serta melupakan blueprint yang sebenarnya, sebuah jati diri bangsa yang sedikit demi sedikit mulai luntur. Kegalauan yang menyelimuti kaum muda Indonesia membuat mereka menelan mentah-mentah budaya bangsa lain dan mengadopsinya seakan itu adalah budaya sendiri.
Biasanya, Hari Kartini diperingati dengan kaum perempuan mengenakan busana tradisional; kebaya, kain, bersanggul, berselendang batik. Namun sejatinya, perlu ada perubahan mindset tentang peringatan Hari Kartini. Hal yang lebih substantif yang perlu kita lakukan adalah mengaktualisasikan jiwa perjuangan Kartini untuk menghadapi era globalisasi agar kemajuan, kemakmuran, dan kecerdasan bangsa tercipta di Nusantara ini. Dan tentu saja, perubahan positif tersebut harus berlandaskan jiwa dan pemikiran penuh semangat perjuangan yang tidak terkontaminasi dengan budaya-budaya asing.
0 komentar:
Post a Comment