Sebagian masyarakat Indonesia masih amat terpengaruh dengan pola pikir zaman Orde Baru yang penuh dengan propaganda. Sosialisme sering dihubung-hubungkan dengan Komunisme. Maka tidak heran pada awal zaman Orde Baru, ormas-ormas Islamlah yang paling keras menggempur orang-orang yang beraliran komunis. Cara pandangnya cukup jelas, karena Islam ada sebagai bentuk pengakuan dan penyerahan diri kepada Tuhan, sementara Komunisme secara umum anti-Tuhan, sebagai konsekuensi dari paham totalitariannya. Sehingga sebagian masyarakat masih menganggap paham Sosialisme dan Komunisme itu sebagai paham Satanis, yang sangat tabu, dan merupakan musuh serta penyakit terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Padahal, tidak selamanya Sosialisme itu terkait dengan Komunisme, apalagi dengan Atheisme. Tiga belas abad sebelum Karl Marx (1818-1883) merumuskan paham Marxisme yang menjadi dasar paham Sosialisme, Islam telah lebih dahulu muncul dengan konsep sosialisme.
Terkejut? Silakan saja terkejut. Sebenarnya ini tidak serumit yang anda bayangkan. Akan tetapi kadang orang sering kurang jeli dalam menangkap sebuah pesan, termasuk pesan dalam agama Islam, dan lebih menyibukkan diri dalam cara pandang simbolistik.
Jika Islam adalah jalan hidup kepada Allah, dan Alquran adalah kitab petunjuk bagi orang-orang beriman, maka sudah tentu mereka akan berbicara tentang suatu hal yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Hal apakah itu? Ekonomi! Sebuah cita-cita di bidang ekonomi, dalam hal ini ekonomi yang berkeadilan sosial, adalah hal yang jelas terdapat di dalam kitab suci Alquran.
Ajaran Islam sangat mengutuk keras perilaku bermewah-mewahan tanpa berempati terhadap mereka-mereka yang berada di bawah garis kemiskinan, yaitu sebuah perilaku ekonomi yang tidak menunjang dan bahkan menghalangi terwujudnya sebuah keadilan sosial. Kehidupan di mana tercipta pemerataan kekayaan, tersedianya lapangan kerja dan hak untuk mencari nafkah yang layak bagi semua orang, terdistribusikannya kekayaan alam secara adil merata terhadap mereka yang berhak, kesempatan yang sama dan terbuka untuk memperoleh pendidikan, pelayanan kesehatan, dan penghormatan. Inilah sebuah sistem keadilan sosial yang sangat didambakan semua orang, yang pada kenyataannya sangat jauh dari yang dicita-citakan, terutama di negeri kita Indonesia, yang merupakan negeri dengan jumlah penduduk muslim terbesar.
Ada beberapa ekspresi dalam ayat-ayat Alquran yang cukup gamblang menggambarkan bagaimana perilaku kapitalistik sangatlah dikutuk.
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainulyaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS At-Takatsuur : 1-8)
Ayat tersebut menggambarkan anti-ketidakadilan ekonomi yang ada di dalam Islam. Ini konsisten pula dengan semangat egalitarian, yaitu keadilan berdasarkan persamaan manusia. Ketika Islam disempurnakan pada abad ke-VI, paham keadilan sosial dan egalitarian ini bahkan lebih radikal dibandingkan dengan agama-agama yang telah ada sebelumnya. Maka dari itu, muncul konsep zakat sebagai jalan menuju keadilan sosial.
Namun demikian, jika paham Sosialisme modern, yang menjadi dasar paham Komunisme menganut pemerataan yang totaliter, yaitu “sama rata sama rasa”, sehingga hampir tidak mengakui hak individu, maka dalam ajaran Islam lebih bersifat “ dari setiap orang diminta sesuai dengan kemampuannya, dan kepada setiap orang diberikan sesuai dengan kebutuhannya.”
Ayat di bawah ini menjelaskan bahwa Islam mengakui tingkatan sosial dan variasi kemampuan setiap individu :
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?” (QS An-Nahl : 71)
Maka dari itu, setiap orang harus bekerja secara optimal menurut kemampuannya, dan untuk setiap anggota masyarakat harus ada pengaturan sosial-ekonomis yang bisa menjamin kehidupan dengan dicukupinya kebutuhan dasar. Selain itu Alquran juga secara tegas melarang seseorang memperoleh rezeki dengan cara menindas orang lain.
Prinsip dasar konsep keadilan sosial dalam Islam sangat tegas dan gamblang, dengan berdiri di atas prinsip kemanusiaan yang berlandaskan pada nilai-nilai Ketuhanan. Bisa dibilang sosialisme Islam adalah sosialisme religius, yang membedakannya dengan sosialisme modern yang cenderung berpaham materialistik dan anti-Tuhan.
Sosialisme modern ala Karl Marx lahir sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan sosial yang menimpa rakyat jelata yaitu petani dan buruh yang ditindas oleh para bangsawan yang berlindung di balik kekuasaan Gereja. Tidak heran apabila hal ini mengatarkan para penggagas sosialisme modern kepada sikap anti agama. Sebagaimana Karl Marx mengatakan bahwa agama adalah candu.
Namun dalam Islam, kasusnya sama sekali berbeda. Islam datang dengan membawa semangat persamaan manusia yang radikal, di mana sebelumnya kekuasaan selalu ada di tangan pemuka agama dan para bangsawan kerajaan. Nabi Muhammad datang dengan berani melawan tradisi tersebut. Sosialisme yang berlandaskan kepada Ketuhanan adalah salah satu pesan utama dalam ajaran Islam. Maka dari itu sangat tidak relevan apabila atas nama Islam, umat dipaksa untuk berhadapan dengan sosialisme yang telah diasosiasikan dengan komunisme, bahkan atheisme. Dalam masa kebangkitan nasional bisa dilihat bahwa hampir semua ormas Islam yang didirikan selalu berhaluan kiri dan berpaham sosialis. Sebagaimana H.O.S Cokroaminoto pendiri Sarekat Islam yang pernah menulis buku “Islam dan Sosialisme”. Bahkan Syafruddin Prawiranegara juga pernah menegaskan bahwa seorang muslim haruslah sekaligus seorang sosialis.
Maka dari itu, dengan berlandaskan semangat keadilan sosial Islami, maka para Founding Fathers Indonesia menuangkannya dalam dasar negara Pancasila, yang dalam pandangan saya pribadi merupakan “Syariat Islam yang berbungkus Kebangsaan.” Bung Karno berulang kali menegaskan bahwa Pancasila lebih hebat daripada “Declaration of Independence” ala Thomas Jefferson dan “Manifesto Komunis” ala Karl Marx dan Friedrich Engels. Terhadap yang pertama, Pancasila mempunyai kelebihan sosialisme, sedangkan terhadap yang kedua adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sosialisme religius dalam Pancasila yang bersemangatkan Islam tersebut dilaksanakan tidak hanya karena dorongan kehidupan yang adil sejahtera secara duniawi saja, akan tetapi juga dalam kehidupan di akhirat nanti. Sosialisme religius tidak hanya merupakan komitmen kemanusiaan saja, akan tetapi juga ketuhanan.
Mudah-mudahan tulisan ini bisa bermanfaat dan membuka mata kita semua ..
Bangkitlah Islam dan Nusantara!
Amien yaa rabbal’alamiin ..
Terkejut? Silakan saja terkejut. Sebenarnya ini tidak serumit yang anda bayangkan. Akan tetapi kadang orang sering kurang jeli dalam menangkap sebuah pesan, termasuk pesan dalam agama Islam, dan lebih menyibukkan diri dalam cara pandang simbolistik.
Jika Islam adalah jalan hidup kepada Allah, dan Alquran adalah kitab petunjuk bagi orang-orang beriman, maka sudah tentu mereka akan berbicara tentang suatu hal yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Hal apakah itu? Ekonomi! Sebuah cita-cita di bidang ekonomi, dalam hal ini ekonomi yang berkeadilan sosial, adalah hal yang jelas terdapat di dalam kitab suci Alquran.
Ajaran Islam sangat mengutuk keras perilaku bermewah-mewahan tanpa berempati terhadap mereka-mereka yang berada di bawah garis kemiskinan, yaitu sebuah perilaku ekonomi yang tidak menunjang dan bahkan menghalangi terwujudnya sebuah keadilan sosial. Kehidupan di mana tercipta pemerataan kekayaan, tersedianya lapangan kerja dan hak untuk mencari nafkah yang layak bagi semua orang, terdistribusikannya kekayaan alam secara adil merata terhadap mereka yang berhak, kesempatan yang sama dan terbuka untuk memperoleh pendidikan, pelayanan kesehatan, dan penghormatan. Inilah sebuah sistem keadilan sosial yang sangat didambakan semua orang, yang pada kenyataannya sangat jauh dari yang dicita-citakan, terutama di negeri kita Indonesia, yang merupakan negeri dengan jumlah penduduk muslim terbesar.
Ada beberapa ekspresi dalam ayat-ayat Alquran yang cukup gamblang menggambarkan bagaimana perilaku kapitalistik sangatlah dikutuk.
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainulyaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS At-Takatsuur : 1-8)
Ayat tersebut menggambarkan anti-ketidakadilan ekonomi yang ada di dalam Islam. Ini konsisten pula dengan semangat egalitarian, yaitu keadilan berdasarkan persamaan manusia. Ketika Islam disempurnakan pada abad ke-VI, paham keadilan sosial dan egalitarian ini bahkan lebih radikal dibandingkan dengan agama-agama yang telah ada sebelumnya. Maka dari itu, muncul konsep zakat sebagai jalan menuju keadilan sosial.
Namun demikian, jika paham Sosialisme modern, yang menjadi dasar paham Komunisme menganut pemerataan yang totaliter, yaitu “sama rata sama rasa”, sehingga hampir tidak mengakui hak individu, maka dalam ajaran Islam lebih bersifat “ dari setiap orang diminta sesuai dengan kemampuannya, dan kepada setiap orang diberikan sesuai dengan kebutuhannya.”
Ayat di bawah ini menjelaskan bahwa Islam mengakui tingkatan sosial dan variasi kemampuan setiap individu :
“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?” (QS An-Nahl : 71)
Maka dari itu, setiap orang harus bekerja secara optimal menurut kemampuannya, dan untuk setiap anggota masyarakat harus ada pengaturan sosial-ekonomis yang bisa menjamin kehidupan dengan dicukupinya kebutuhan dasar. Selain itu Alquran juga secara tegas melarang seseorang memperoleh rezeki dengan cara menindas orang lain.
Prinsip dasar konsep keadilan sosial dalam Islam sangat tegas dan gamblang, dengan berdiri di atas prinsip kemanusiaan yang berlandaskan pada nilai-nilai Ketuhanan. Bisa dibilang sosialisme Islam adalah sosialisme religius, yang membedakannya dengan sosialisme modern yang cenderung berpaham materialistik dan anti-Tuhan.
Sosialisme modern ala Karl Marx lahir sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan sosial yang menimpa rakyat jelata yaitu petani dan buruh yang ditindas oleh para bangsawan yang berlindung di balik kekuasaan Gereja. Tidak heran apabila hal ini mengatarkan para penggagas sosialisme modern kepada sikap anti agama. Sebagaimana Karl Marx mengatakan bahwa agama adalah candu.
Namun dalam Islam, kasusnya sama sekali berbeda. Islam datang dengan membawa semangat persamaan manusia yang radikal, di mana sebelumnya kekuasaan selalu ada di tangan pemuka agama dan para bangsawan kerajaan. Nabi Muhammad datang dengan berani melawan tradisi tersebut. Sosialisme yang berlandaskan kepada Ketuhanan adalah salah satu pesan utama dalam ajaran Islam. Maka dari itu sangat tidak relevan apabila atas nama Islam, umat dipaksa untuk berhadapan dengan sosialisme yang telah diasosiasikan dengan komunisme, bahkan atheisme. Dalam masa kebangkitan nasional bisa dilihat bahwa hampir semua ormas Islam yang didirikan selalu berhaluan kiri dan berpaham sosialis. Sebagaimana H.O.S Cokroaminoto pendiri Sarekat Islam yang pernah menulis buku “Islam dan Sosialisme”. Bahkan Syafruddin Prawiranegara juga pernah menegaskan bahwa seorang muslim haruslah sekaligus seorang sosialis.
Maka dari itu, dengan berlandaskan semangat keadilan sosial Islami, maka para Founding Fathers Indonesia menuangkannya dalam dasar negara Pancasila, yang dalam pandangan saya pribadi merupakan “Syariat Islam yang berbungkus Kebangsaan.” Bung Karno berulang kali menegaskan bahwa Pancasila lebih hebat daripada “Declaration of Independence” ala Thomas Jefferson dan “Manifesto Komunis” ala Karl Marx dan Friedrich Engels. Terhadap yang pertama, Pancasila mempunyai kelebihan sosialisme, sedangkan terhadap yang kedua adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sosialisme religius dalam Pancasila yang bersemangatkan Islam tersebut dilaksanakan tidak hanya karena dorongan kehidupan yang adil sejahtera secara duniawi saja, akan tetapi juga dalam kehidupan di akhirat nanti. Sosialisme religius tidak hanya merupakan komitmen kemanusiaan saja, akan tetapi juga ketuhanan.
Mudah-mudahan tulisan ini bisa bermanfaat dan membuka mata kita semua ..
Bangkitlah Islam dan Nusantara!
Amien yaa rabbal’alamiin ..
0 komentar:
Post a Comment