Pergeseran budaya mulai
menjangkiti kaum muda remaja tanpa kompromi dan eksodus besar-besaran
tentang paradigma berpikir kaum muda remaja, dari budaya timur menuju
budaya barat. Anda dapat melihat kaum muda remaja hedonis bersliweran
dengan berbagai mode rambut dengan busana thank top atau junkies, dan
alat-alat digital lainnya. Iklim masyarakat sekarang jauh berbeda dengan
masyarakat tempo dulu. Namun, bila gejala ini kita telaah lebih lanjut
bahwa kaum muda remaja telah jatuh kedalam euforia budaya populer.
Selanjutnya kaum muda remaja yang seharusnya menjadi homo significans
malahan jatuh kedalam pendangkalan nilai hidup.
Tulisan ini hanya mengajak para pembaca untuk merenungi dampak
globalisasi tanpa harus terjerat ke dalam arus pendangkalan hidup
post-modernisasi dan bagaimana hal tersebut tidak menggerogoti
nilai-nilai positif yang menjadi warisan budaya kita.
Euforia Budaya Populer Remaja : Buah Globalisasi
Manusia harus berubah. Itulah hal yang mendasar yang perlu dipikirkan
secara bersama. Memang benar bahwasannya manusia dengan segala budaya
dan akal budinya harus dikembangkan seoptimal mungkin, karena akan
semakin mengkokohkan kedudukannya dimuka bumi sebagai God Creature yang
sempurna dibandingkan dengan ciptaan lainnya.
Kali ini, manusia beralih menuju rentang waktu yang kontradiksional
dengan fase-fase sebelumnya, yaitu fase globalisasi. Di satu sisi
manusia memang dituntut untuk berkembang menuju kearah yang lebih
modern, baik aspek teknologi, hukum, sosial/kesejahteraan sosial,
politik, demokrasi, dan semua sistem lainnya harus disempurnakan.
Teknologi bidang informatika, kedokteran, bioteknologi, dan
transportasi mengalami perkembangan yang begitu dahsyat mengatasi
batas-batas ruang dan waktu.
Namun, tidak boleh dilupakan bahwa hasil perkembangan manusia bersifat
relatif dan ambivalen. Pengaruh negatif dari globalisasi adalah euforia
budaya populer, perdagangan bebas, marginalisasi kaum lemah, dan timbulnya
gap relation antara si kaya dan si miskin. Hasil tersebut telah
membentuk suatu budaya baru bagi masyarakat, khususnya kaum muda remaja
menjadi manusia yang terjebak dalam arus budaya populer.
Penghayatan Hidup dikalanagan Remaja yang Semakin Mendangkal
Eksistensi kaum muda remaja hanya ditempatkan pada pengakuan-pengakuan sementara, misalnya
seorang
remaja dianggap eksistensinya ada jika remaja tersebut masuk menjadi
anggota geng motor,menggunakan blackberry,clubbing, melakukan freesex, ngedrugs, dan lain
sebagainya. Eksistensi kaum muda remaja hanya dihargai sebatas
kepemilikan dan status semata. Jika pendangkalan ini terus dipelihara
dan dibudidayakan dikalangan remaja kita, makna dan penghargaan terhadap
insan manusia semakin jauh. Hasilnya adalah menghilangnya penghargaan
terhadap manusia lainnya, misalnya: perang, pemerkosaan, komersialisasi
organ tubuh, trafficking, tawuran, dll. Contoh-contoh ini menjadi
indikasi kehancuran sebuah kebudayaan yang dimulai dari pergeseran
nilai-nilai budaya di kalangan kaum muda remaja kita.
Dampak yang sangat menyedihkan dan mengkhawatirkan!
Solusi : Internalisasi
Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa manusia sebagai homo significans,
pada hakikatnya menjadikan manusia sebagai manusia pemberi makna. Jurus
paling ampuh untuk mengatasi pendangkalan hidup post-modernisasi adalah
pengendapan atau internalisasi. Internalisasi merupakan proses memaknai
kembali makna-makna hidup. Makna hidup yang tadinya dihargai secara
dangkal, kali ini digali dan diselami.
Ada dua metode internalisasi yang ditawarkan, yaitu budaya refleksi dan
keheningan. Keduanya saling komplementer dan tidak dapat dipisahkan jika
hendak melawan arus budaya pop. Refleksi membutuhkan suasana hening.
Keheningan jiwa dapat tercapai saat berefleksi. Secara etimologis,
refleksi berasal dari verbum compositum bahasa Latin re-flectere,
artinya antara lain, memutar balik, memalingkan, mengembalikan,
memantulkan, dan memikirkan. Kiranya, dua arti terakhir yang cocok untuk
mendefinisikan refleksi dalam kerangka permenungan ini. Refleksi adalah
usaha untuk melihat kembali sesuatu secara mendalam dengan menggunakan
pikiran dan afeksi hingga dapat menemukan nilai yang mulia yang
selanjutnya dapat digunakan sebagai bekal hidup. Euforia budaya pop
di masa globalisasi menawarkan begitu banyak hal yang hanya berakhir
menjadi kesan-kesan tanpa satupun yang dapat dialami. Dengan budaya
refleksi, kesan-kesan tersebut dapat diendapkan. Secara satu persatu
pengalaman negatif maupun positif dapat dianalisis, dipertimbangkan,
disimpulkan, dan akhirnya diendapkan dalam nurani. Proses inilah yang
membuat kaum muda remaja dapat menyadari baik dan buruknya suatu sikap.
Dalam proses ini juga kaum muda remaja diajak untuk menindaklanjuti
berbagai pengalaman yang didapat, sehingga muncul nilai-nilai dari
setiap kejadian yang dialami, dan tentunya nilai tersebut dapat menjadi
bekal hidup selanjutnya.
Peran refleksi dalam kerangka ini juga sebagai nabi, untuk mengingatkan
segala larangan ataupun perintah Tuhan yang diajarkan. Refleksi
berperan menjadi fungsi kritis dalam diri kaum muda remaja. Saat ia
mengalami pendangkalan nilai-nilai hidup dalam bentuk pragmatisme,
konformitas buta dan sebagainya. Refleksi menunjukkan kesalahannya, dan
mengarahkan kepada yang benar.
Oleh karena itu kita sebagai kaum muda harus mampu merubah diri
kita menjadi manusia yang bermakna bagi orang lain melalui sikap dan
perilaku sehari-hari. Usaha ini hanya bisa tercapai melalui usaha
pribadi bukan orang lain, ada pepatah mengatakan jangan mengubah orang
lain sebelum bisa mengubah diri sendiri.
#Selamat berefleksi wahai para
remaja !
0 komentar:
Post a Comment