Hari ini, 2 Oktober 2012, bangsa Indonesia akan memperingati Hari Batik
Nasional. Ditetapkannya tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional
bukan tanpa cerita. Tiga tahun lalu, tepatnya pada 2 Oktober 2009, batik
diresmikan oleh UNESCO sebagai ‘Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan
dan Nonbendawi’ milik Indonesia.
Bicara tentang batik, pasti bicara juga tentang etimologinya. Batik, berasal dari kata ‘ngembat (disingkat mbat)’ dan titik (tik)’. Kedua kata ini bermakna ‘melontarkan titik’. Artinya, kegiatan membatik sama dengan melemparkan atau melontarkan titik demi titik pada sebuah kain yang berwarna putih.
Batik sendiri berkembang sejak zaman Majapahit dan masa-masa awal persebaran Islam di tanah Jawa. Pada awalnya, batik bersifat eksklusif, hanya dibuat dan dikenakan untuk kalangan keraton. Namun, seiring dengan perjalanan waktu, penggunaan batik meluas hingga ke kalangan rakyat jelata.
Perkembangan batik dewasa ini pun sudah sangat pesat. Pada tahun 1960-an, penggunaan baju batik dilakukan sebagai pakaian resmi non-Barat khas Indonesia. Dan kini, ia tidak hanya dianggap sebagai pakaian resmi atau formal. Bukan pula pakaian orang-orang tua yang dipakai ketika ada hajatan.
Bukan hanya pakaian ‘resmi’ di kantor setiap hari Jumat. Inovasi demi inovasi, membuat kalangan muda tidak hanya tak malu dengan batik, tetapi juga bangga mengenakannya. Kala memakai batik, ada segenggam kebanggaan terhadap Indonesia di dalamnya.
Nah, hari ini, ketika mengenakan batik untuk merayakan Hari Batik Nasional, layak jika secercah asa menyala. Jangan sampai kita hanya ikut-ikutan kebanyakan orang dan mengatasnamakan ‘cinta tanah air’ kala memakai batik.
Identitas. Ya, batik sudah menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Dan, para pemakainya juga hendaknya tak pernah melupakan akar budaya kita: kesantunan, keramahan, dan kegotongroyongan di negeri ini. Kerukunan di atas segala perbedaan, seperti halnya beragamnya corak batik. Memakai batik, adalah menjadi Indonesia yang sesungguh-sungguhnya Indonesia.
Bicara tentang batik, pasti bicara juga tentang etimologinya. Batik, berasal dari kata ‘ngembat (disingkat mbat)’ dan titik (tik)’. Kedua kata ini bermakna ‘melontarkan titik’. Artinya, kegiatan membatik sama dengan melemparkan atau melontarkan titik demi titik pada sebuah kain yang berwarna putih.
Batik sendiri berkembang sejak zaman Majapahit dan masa-masa awal persebaran Islam di tanah Jawa. Pada awalnya, batik bersifat eksklusif, hanya dibuat dan dikenakan untuk kalangan keraton. Namun, seiring dengan perjalanan waktu, penggunaan batik meluas hingga ke kalangan rakyat jelata.
Perkembangan batik dewasa ini pun sudah sangat pesat. Pada tahun 1960-an, penggunaan baju batik dilakukan sebagai pakaian resmi non-Barat khas Indonesia. Dan kini, ia tidak hanya dianggap sebagai pakaian resmi atau formal. Bukan pula pakaian orang-orang tua yang dipakai ketika ada hajatan.
Bukan hanya pakaian ‘resmi’ di kantor setiap hari Jumat. Inovasi demi inovasi, membuat kalangan muda tidak hanya tak malu dengan batik, tetapi juga bangga mengenakannya. Kala memakai batik, ada segenggam kebanggaan terhadap Indonesia di dalamnya.
Nah, hari ini, ketika mengenakan batik untuk merayakan Hari Batik Nasional, layak jika secercah asa menyala. Jangan sampai kita hanya ikut-ikutan kebanyakan orang dan mengatasnamakan ‘cinta tanah air’ kala memakai batik.
Identitas. Ya, batik sudah menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Dan, para pemakainya juga hendaknya tak pernah melupakan akar budaya kita: kesantunan, keramahan, dan kegotongroyongan di negeri ini. Kerukunan di atas segala perbedaan, seperti halnya beragamnya corak batik. Memakai batik, adalah menjadi Indonesia yang sesungguh-sungguhnya Indonesia.
0 komentar:
Post a Comment