Sejarah Pondok Pesantren AL KARIMI Tebuwung Dukun Gresik

                                   Embedded image permalink


Pada tahun 1238 H yang bertepatan dengan tahun 1822 M di desa Drajat Paciran Lamongan telah lahir seorang anak yang diberi nama Abdul Karim, dari pasangan suami istri yang bernama KH.Abdul Qohar dan mbah Nyai Sarwilah keduanya asli desa Drajat Paciran Lamongan.

Mbah Abdul Karim  adalah keturunan ke sebelas dari Sunan Drajat atau Raden Qosim , yaitu Abdul Karim bin Abdul Qohar bin Darus bin Kinan bin Ali Mas’udi bin Ahmad Rifa’I bin Bisri bin Dahlan bin Mohammad Ali bin Hamid bin Sunan Drajad/ Raden Qosim.

Dalam usia 2 tahun Abdul karim ditinggal ayahnya Kyai Abdul Qohar meninggal dunia, kemudian Nyai Sarwilah dinikahi oleh Kyai Asnawi dari Sidayu. Sehingga pendidikan Abdul Karim kecil praktis dalam bimbingan ayah tirinya yaitu Kyai Asnawi. Kemudian pemuda Abdul Karim melanjutkan menimba ilmu agamanya kepada salah satu ulama’ besar di Sidayu yaitu Kyai Mustahal. Setelah itu pemuda Abdul Karim melanjutkan pendidikannya di beberapa Pondok pesantren diataranya di Pondok pesantren yang diasuh oleh Raden Maulani ( Mbah Suto ) sendang, kemudian melanjutkan ke pondok pesantren Tugu Jogjakarta . kemudian menuaikan ibadah haji bersama ayah tirinya Kyai Asnawi. Dalam melaksanakan ibadah haji mengalami hambatan karena alat trasportasi pada saat itu hanya kapal sehingga sesampainya di Kota Makkah musim haji telah selesai dan pemuda Abdul karim memutuskan untuk menetap di kota Makkah guna menunggu musim haji berikutnya sambil menuntut ilmu dari ulama’-ulama’ besar Makkah.

 
Sejarah Pondok Pesantren AL KARIMI
                                                  
Asal mula berdirinya pondok pesantren Al karimi erat kaitannya dengan latar belakang KH Abdul Karim sebagai pendiri Pondok Pesantren Al Karimi. Beliau adalah putra dari pasangan suami istri  KH Abdul Qohar  bin Darus  dan Sarwilah binti Mursilah asli dari Desa Drajat Paciran Lamongan yang dilahirkan pada tahun 1238 H/1822 M. Semenjak  kecil Abdul Karim kecil hidup bersama ayah tirinya yang bernama Kyai Asnawi . Mula mula Abdul karim dikirim ke pondok pesantren Mbah Suto Sendang Paciran lamongan dan kemudian melanjutkan ke Pondok Pesantren Tugu Yogyakarta. Kendati ilmu yang diserap dari kedua pondok pesantren tersebut cukup banyak, bagi Abdul Karim belum merupakan perolehan yang optimal. Kehausan akan ilmu agama mencenangkan niatnya untuk memperdalamnya di kota Makkah Saudi Arabiah.

Setelah beberapa tahun lamanya di kota makkah beliau pulang ke kota Sidayu. Si Sidayu, selain membantu megajarkan ilmu agama juga ikut berdagang kain di pasar. Semakin lama nama beliau semakin dikenal orang. Kemasyhurannya bukan hanya lantaran guru agama dan pedagang yang berhasil, melainkan dikenal juga sebagai tokoh muda ahli agama yang disegani, baik oleh penduduk maupun pemerintah belanda. Karenanya Belanda bermaksud mengangkat  hakim agama di kabupaten Sidayu . mendengar kabar tersebut beliau menjadi sedih.

Pada saat yang bersamaan, Pak Utsman Kepala desa Tebuwung tengah mencari seorang ulama yang sanggup membina masyarakatnya serta tinggal di desanya pula. Atas kehendak Allah yang kuasa, pak Utsman datang menghadap ke KH Abdul Karim ia memohon kesediaan beliau untuk membina masyarakat Tebuwung dan sekitarnya yang pada waktu itu sangat rendah budi. Dengan senang hati tawaran tersebut diterimanya sesuai dengan panggilan jiwanya.

Pada tahun 1862 KH Abdul Karim meninggalkan kota Sidayu menuju Desa Tebuwung. Suasana di lingkungan baru ini jauh berbeda dengan kota Sidayu. Dimana-mana termasuk Sidayu pendidikan dan pengajaran agama islam selalu dalam tekanan dan pengawasan yang ketat  dari pemerintah Belanda. Sementara itu ia lebih leluasa mengajarkan agama di desa Tebuwung.sebagai sarana mengajar para santri tahun 1864 didirikan sebuah pondok dan surau di daerah hutan bendo desa Tebuwung yang sangat sederhana. Kemudian tahun tersebut sampai sekarang sebagai tahun berdirinya Pondok Pesantren Al Karimi yang dulu dekenal dengan sebutan Pondok Bendo. Sebutan Bendo diambil dari nama pohon sejenis pinang yang konon banyak tumbih di sekitar pondok tersebut.

Cara beliau mendidik para santri tak ubahnya seperti di pondok-pondok salaf yang lain. Sistem weton dan sorogan merupakan tradisi ilmiah pesantren. Pada mulanya santri yang mengaji pun hanya terbatas dari desa Tebuwung saja. Lambat laun santri yang berdatangan dari luar daerah semakin banyak . ini semua berkat ketekunan, keikhlasan mengabdi dan kesederhanaan hidup yang diteladankan kepada para santri dan masyarakat sekitarnya.

Semasa hayatnya KH. Abdul Karim dikaruniai 8 putra putri
Dari istri Pertama :
  1. K Zaid ( membantu ayahnya di Tebuwung )
  2. KH. Ishaq, pendiri Pondok Pesantren Sidodadi Surabaya
  3. Nyai Halimun Nur, nenek KH. Munir Ujungpangkah
Dari istri yang ke 2
  1. KH. Musthofa ( Pendiri Pondok Pesantren Tarbiyatut Tholabah kranji )
  2. Nyai Alimah
  3. Nyai Muthiah
  4. Nyai Zainab
  5. KH. Murtadlo , penerus Pengasuh Pondok Pesantren Al Karimi
Setelah KH. Abdul Karim wafat tongkat estafet dipegang oleh putra bungsu beliau bernama KH. Murtadlo. Dibawah asuhan KH. Murtadlo Pondok Pesantren Al Karimi terus berkembang tetapi cara pengajaranya tetap menggunakan tradisi lama.

Alih generasi merupakan satu hal yang tidak dapat ditolak. KH Abdul Karim dan KH Murtadlo boleh saja meninggalkan masyarakat tebuwung dan sekitarnya untuk selama-lamanya. Namun Pondok Pesantren Al Karimi yang dibangun dengan susah payah harus tetap hidup berkembang, dan mampu menjawab tantangan zaman.
Sumber :
Manaqib Haul KH Abdul Karim tahun 2004

0 komentar:

Post a Comment