Ketika Kasih Sayang Mengalahkan Segalanya

 
Konon, salah satu suku Indian dibuat kesal dengan adanya pencurian ayam yang terjadi setiap hari. Kepala suku pun turun tangan, ia mengumumkan bahwa apabila tertangkap, ia akan memberi hukuman berupa 10 cambukan pada si pencuri.
Namun si pencuri tidak juga menghentikan perbuatannya, sehingga kepala suku menambah hukuman menjadi 20 cambukan.
Pencurian ayam tetap saja terjadi walaupun pernyataan kepala suku itu sudah diutarakan di depan seluruh warga.
Dalam kemarahannya, kepala suku kemudian melipatgandakan hukumannya menjadi 100 kali cambukan—yang sama artinya dengan hukuman mati!
Dalam hitungan jam, tertangkaplah sang pencuri. Namun, kenyataan yang ada menjungkirbalikkan integritas sang kepala suku. Ia menghadapi suatu dilema yang teramat sulit. Si pencuri itu ternyata adalah ibunya sendiri!
Ketika hari penghukuman tiba, semua orang berkumpul. Mereka menahan napas tatkala kepala suku memerintahkan orang untuk mengikat ibunya pada sebuah tiang. Kepala suku itu membuka pakaiannya, memperlihatkan kekuatan tubuhnya, dan menggenggam cambuk di tangan.
Akankah kasih kepala suku itu mengabaikan keadilannya ?
Yang terjadi kemudian, bukannya melayangkan cambuknya, ia malah memberikan cambuk tersebut kepada seorang anak muda yang gagah berani di sampingnya.
Perlahan-lahan, ia berjalan mendekati ibunya, lalu dengan tangannya yang kekar ia memeluk ibunya erat-erat. Kemudian, ia memerintahkan anak muda tersebut untuk mencambuk dirinya 100 kali.
Sebuah pepatah tentang ibu, “God could not be everywhere, so he created mothers” (Tuhan tidak bisa berada dimana saja, jadi Ia ciptakan para Ibu). Inilah yang terjadi, Tuhan sedang menguji manusia, khususnya sang kepala suku, melalui ibunya.
Tuhan bisa menguji kita dalam segala situasi, melalui siapa saja dan apa saja. Yang bisa kita lakukan adalah tetap menjadi bijak dan tidak melupakan kasih sesama manusia.

 

0 komentar:

Post a Comment